Minggu, 23 Juni 2013

APLIKASI GPR UNTUK EKSPLORASI BATUBARA DAN BEDROCK


gambar 1 Pengambilan data GPR 1


gambar 2 Pengambilan data GPR 2
Eksplorasi subsurface untuk identifikasi batuan baik itu barang tambang ataupun lainya akan sangat bergantung pada lapisan batuan yang ada didaerah tersebut, daerah dengan pelapukan tinggi akan mempengaruhi penetrasi dari skin depthnya itu sendiri.


gambar 3 Pengambilan data GPR 3
Pengukuran dengan metode GPR sangat bergantung pada kondisi lapisan tanah dan kondisi tanah itu sendiri, lapisan tanah yang tebal akan berbeda hasil perekamanya jika dibandingkan dengan lapisan tanahnya tipis, tetapi tidak semua lapisan tanah tipis akan bagus hasil perekamanya, ketika dibawah tanah ada batuan lempung, maka gelombang elektromagnetik yang di pancarkan ke bawah permukaan akan lebih lemah juga.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengukuran GPR ini, tetapi intinya pengukuran dengan prosedur yang benar akan mendapatkan hasil yang optimal.

gambar 4 Hasil GPR line 1
Contoh diatas merupakan hasil pengukuran GPR di daerah dengan lapisan tanah tipis, di bawah tanah langsung ketemu sandstone. Identifikasi sedimen pasir baik yang sudah terkompakan atau belum akan mencerminkan hasil yang seragam yang membentuk lingkungan pengendapanya.
Pengukuran di daerah rawa akan sangat bergantung pada parameter yang di gunakan, ketika parameternya untuk daerah yang kompak maka hasil akan tidak optimal(skin depth nya lebih dangkal), tetapi ketika di lakukan kalibrasi untuk mendapatkan parameter yang pas untuk daerah rawa maka skin depth antara 40-60m bisa dengan jelas batas lapisanya.

gambar 5 hasil GPR line 2


gambar 6 hasil GPR line 3




APLIKASI GPR UNTUK IDENTIFIKASI UXO DAN GEOTEKNIK




Pengambilan data GPR 200MHz

Pengambilan data GPR 400MHz


Hasil GPR 400MHz

Hasil GPR 200MHz


EKSPLORASI BATUBARA DENGAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH VULKANIK ATAU ANDHESIT

Seperti dijelaskan di postingan sebelumnya, identifikasi batubara di daerah batuan andesit atau daerah vulkanik diidentifikasi dengan melihat nilai kemagnetan yang tinggi, sedangkan untuk identifikasi daerah sedimen diidentifikasi dengan nilai kemagnetan yang rendah.

Dengan melakukan slice kedalaman, ketebalan dari batuan andesit itu sendiri,begitupula dengan ketebalan sedimennya. Analisis slice kedalaman bisa dilakukan dengan melakukan inversi data tersebut atau dengan melakukan analisis kurva(archimedes theory) yang akan didapatkan konfigurasi dari lapisan subsurface.

gambar 1 data lidar daerah survey

gambar 2 overlay data lidar dan data magnetik


gambar 3 anomaly magnet data permukaan

gambar 4 anomaly magnet dengan slice kedalaman 50m

gambar 5 anomaly magnet dengan slice kedalaman 100m


Jumat, 21 Juni 2013

IDENTIFIKASI FLUIDA DENGAN METODE MT(MAGNETOTELURIK)



gambar 1 smoothing model 1-D


gambar 2 inversi 1-D dari data smooth model

gambar inversi 2-D dan interpretasi struktur

IDENTIFIKASI BASEMEN DAN EKSPLORASI REGIONAL MINYAK DAN GAS BUMI

Metode gravity konventional hanya menyajikan data sampai pada anomaly bouguer, tahapan sampai mendapatkan anomaly bouguer sendiri cukup panjang jika di lakukan dari data lapangan, banyak sekali koreksi-koreksi yang harus dilakukan sehingga kehati-hatian dalam melakukanya sangat penting. 
Dalam artikel ini, saya tidak membahas alur dari pengolahan data sampai mendapatkan anomaly bouguer tapi lebih ke peningkatan analisis sampai inversi dan modeling. Anomaly bouguer sendiri merupakan data komposit yang merupakan gabungan respond dari densitas-densitas dibawah permukaan, sehingga untuk mendapatkan lapisan-lapisan yang lainya harus dilakukan pemisahan. Misal dalam formasi batuan di Indonesia sangat beragam formasinya sehingga sangat penting kita memahami dan mengidentifikasi formasi-formasi tersebut. Melalui pemisahan itu akan didapatkan berbagai respond gravity yang sudah dilakukan pemisahan sehingga akan terlihat secara tersendiri sesuai nilai densitasnya itu sendiri.


gambar 1 Completed Bouguer Anomaly

Salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan melakukan inversi terhadap anomaly bouguer itu sendiri, tentunya proses forward modeling sangat penting disini karena akan menentukan hasil dari inversi itu sendiri. Inputan dari inversi sangat beragam karena patokan dari proses inversi bergantung pada selisih dari observasi dan calculasi dari data sehingga error hasil inversi tidak terlalu besar. Nilai error itu yang akan menentukan inversi sudah bagus atau belum karena semakin luas daerah yang diinversi maka akan memakan waktu dalam prosesnya dan semakin tidak pula dalam parameternya sehingga untuk mendapatkan error yang sangat kecil <0.1 mGal akan sangat tidak mudah.


gambar 2 Anomaly Bougeur Regional

Forward modeling yang dilakukan untuk mendapatkan inputan dalam inversi akan sangat bergantung pada data tambahan dilapangan, baik itu data logging,data seismik dan data-data lainya untuk mengoptimalkan hasil dari forward modeling itu sendiri. forward model ini bukan sebagai hasil akhir yang meniru dan menjiplak dari data lain tapi sebagai inputan yang valid untuk mendapatkan hasil inversi yang valid juga. ketika forward model tidak sesuai dengan data lapangan maka akan menyulitkan dalam proses inversinya,dan akan berakibat pada hasil inversinya itu sendiri. 
Kenapa sangat penting data pendukung dalam membantu membuat data forward model ini karena nilai dari data gravity itu sendiri ambiguitas(ambigu/tidak bernilai satu), ketika model yang kita buat menghasilkan data observasi dan calculasi bagus(nilai error kecil) belum tentu dengan model yang lain akan berbeda,mungkin dengan model yang dan struktur yang lain akan mendapatkan nilai error yang sama, maka dari itu pentingnya data pendukung untuk pembuatan data forward model ini.

gambar 3 Modeling 2-D bawah permukaan dari data gravity

Hasil gambar dibawah merupakan hasil inversi dengan data inputan dari forward model yang sudah di dukung dengan data geologi dan geofisika logging terutama denga struktur dan lainya. 
gambar 4 Anomaly Residual dan interpretasi kualitatif


gambar 5 Inversi 3-D pemodelan konfigursi basement



EKSPLORASI BIJI BESI DENGAN METODE GEOMAGNET(1)

Metoda geomagnet adalah salah satu metoda eksplorasi geofisika yang memanfaatkan fenomena kemagnetan bumi untuk memperkirakan struktur atau kondisi geologi bawah-permukaan (subsurface). Medan magnet bumi secara global berorientasi / memiliki arah Utara – Selatan.  Kemagnetan batuan secara umum diasumsikan sebagai hasil proses induksi dengan arah yang sama dengan medan magnet utama bumi.  Medan magnet utama bumi menginduksi mineral-mineral yang bersifat magnetik yang terdapat pada formasi batuan tertentu.

Pada survey geomagnet dilakukan pengukuran medan magnet total yang merupakan superposisi antara medan magnet bumi dan induksi pada batuan.  Titik-titik pengamatan terletak pada lintasan yang ber-arah Utara – Selatan.  Jarak antar titik pengukuran dalam satu lintasan harus cukup rapat untuk mendeteksi adanya anomali, sedangkan jarak antar lintasan dapat dibuat relatif lebih jarang. 

Berdasarkan hal tersebut, formasi batuan yang menimbulkan anomali magnetik dan dapat dideteksi oleh survey geomagnet terutama adalah formasi yang membujur (elongated) dalam arah Barat – Timur.  Untuk mencakup daerah survey secara menyeluruh maka disarankan lintasan pengukuran ber-arah Utara – Selatan dengan jarak antar lintasan sekitar 25 meter sedangkan jarak antar titik pengamatan dalam satu lintasan adalah 10 meter.

gambar 1 Intensitas Magnet Total 

Data yang telah ter-rekam pada magnetometer, baik yang digunakan untuk pengukuran di titik pengamatan dan di Base Station di-transfer (download) ke komputer notebook.  Koreksi diurnal merupakan langkah awal dalam pengolahan data magnetik.  Koreksi diurnal bertujuan untuk mengkoreksi hasil pengukuran pada titik pengamatan terhadap adanya variasi medan magnet harian (variasi temporal) sehingga hasil pengukuran tersebut secara murni menggambarkan variasi spasial atau anomali akibat formasi / struktur batuan

gambar 2 Intensitas Magnet Total Shaded


Harga anomali magnetik di-plot pada posisi titik pengamatan dan dibuat kontur, yaitu garis-garis yang menghubungkan titik-titik daengan harga anomali magnetik yang sama.  Peta kontur anomali magnetik pada umumnya diberi kode warna sesuai dengan harga anomali magnetik dan diberi efek pencahayaan sehingga menimbulkan efek relief (colour shaded relief).  Hal tersebut dimaksudkan untuk memperjelas dan mempermudah interpretasi kualitatif.

Peta anomali magnetik yang diperoleh dari pengolahan data awal sebagaimana dijelaskan di atas pada dasarnya merupakan produk utama dari suatu survey geomagnet.  Berdasarkan peta tersebut dapat dilakukan interpretasi kualitatif.  Meskipun demikian masih diperlukan pengolahan data tingkat lanjut (advanced data processing) untuk membantu interpretasi kualitatif dan menyiapkan data untuk pemodelan. 

Fenomena kemagnetan bersifat dipolar (dwi-kutub) sehingga suatu formasi batuan yang termagnetisasi umumnya menghasilkan anomali magnetik yang terdiri dari pasangan anomali positif (tinggi) dan negatif (rendah).  Pasangan anomali tinggi dan rendah tersebut membujur dalam arah Utara – Selatan sebagaimana arah medan magnet utama bumi.  Posisi “benda anomali” (anomalous body) penyebab timbulnya anomali magnetik tidak dapat diperkirakan secara tepat karena umumnya berada diantara anomali rendah dan anomali tinggi.


Kompleksitas anomali magnetik semakin meningkat dengan adanya tumpang-tindih (overlapping) efek dari berbagai benda anomali.  Pengolahan data tingkat lanjut diperlukan untuk membantu interpretasi kualitatif melalui proses peningkatan citra (image enhancement), transformasi atau reduksi, pemisahan komponen-komponen anomali (anomaly separation) dan sebagainya. 
Pengolahan data lanjut pada dasarnya adalah proses pem-filter-an (filtering) menggunakan analisis spektral.  Data dalam domain ruang (spasial) ditransformasi ke dalam domain frekuensi spasial, dikalikan dengan fungsi filter dan hasilnya ditrasformasi kembali ke dalam domain ruang.  Transformasi data dari domain ruang ke domain frekuensi spasial dan sebaliknya menggunakan algoritma Fast Fourier Trasnsform (FFT) 2-D.  Perangkat lunak yang digunakan untuk pengolahan data lanjut tersebut adalah GEOSOFT dan OASIS-MONTAJ dari Geosoft Inc., GEOMAGIX dari Geometrics Inc. serta SURFER dari Golden Software Inc.
gambar 3 Pemodelan Susceptibility 1

Untuk mengetahui gambaran yang lebih jelas khususnya mengenai distribusi anomali magnetik yang direfleksikan oleh parameter susceptibilitas  secara 3D maka dilakukan tahapan pemodelan 3D. Metoda inversi 3 dimensi data magnetik dilakukan seperti yang terdapat pada paper Yudsitira dan Grandis (2001),  dengan menerapkan metoda yang dijabarkan oleh Fedi dan Rapolla (1999). Faktor model-smoothing digunakan dalam meresolusi inversi matriks data magnetik dengan menggunakan metoda Singular Value Decomposition (SVD) (Press, dkk., 1987).

Hasil 3D modeling tersebut dapat ditransfer kedalam program SURPAC/Oasis Montaj 3D untuk dilakukan perhitungan cadangan deposit, sehingga diperoleh informasi ekonomis dari bijih besi di daerah survey
gambar 3 Pemodelan Susceptibility 2


gambar 3 Pemodelan Susceptibility 3



Kamis, 20 Juni 2013

METODE GEOLISTRIK UNTUK PENCARIAN AIR TANAH

gambar 1 Prinsip pengambilan data Geolistrik


gambar 2 Hasil 1-D geolistrik



 gambar 3 Hasil 2-D geolistrik


gambar 4 Tampilan titik bor


gambar 5 Model 3-D nilai resistivity


gambar 6 Korelasi data bor dengan penampang 2-D data geolistrik

ANALISIS FREKUENSI DATA GPR DAN KORELASI DATA LOG UNTUK EKSPLORASI BATUBARA


gambar 1 lokasi survey


Prinsip pengukuran GPR


Rawdata hasil pengukuran GPR


Analisis batubara dari data dibawah


Hasil pengukuran GPR


 Hasil pengukuran GPR identifikasi batubara(no coal/pasir)


Analisis GPR untuk batubara




APLIKASI GPR UNTUK EKSPLORASI NIKEL/LATERIT DAN IDENTIFIKASI BEDROCK

 Prinsip pengukuran GPR

Rawdata pengukuran GPR
 Identifikasi Bedrock

Identifikasi Bedrock dan laterit


APLIKASI GPR UNTUK IDENTIFIKASI KEDALAMAN DASAR SUNGAI/DANAU DAN RAWA


Metode GPR untuk identifikasi dasar sungai/subbottom profiling bisa menggunakan frekuensi alat yang lebih kecil dibawah 100MHz. Pemilihan frekuensi sebenarnya tergantung kebutuhan dilapangan,tapi untuk mendapatkan dasar sungai lebih besar dari 10meter lebih baik menggunakan frekuensi <100MHz. Selain itu ketika kita melakukan pengukuran diatas air maka ada penyerapan energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan transmitter ke receiver. Sehingga sangat penting dalam memilih jenis frekuensi yang akan digunakan. Dalam tulisan ini pengambilan data menggunakan frekuensi 25MHz dari MALA. Frekuensi ini lebih spesifik untuk kebutuhan skin depth yang lebih dalam sehingga ketika ada lapisan yang menjadi penghambat(absorbsi), minimal setengah dari kedalaman maksimal bisa digunakan untuk dilakukan interpretasi.


Prinsip Pengukuran GPR dan Radargram


Rawdata Radargram

Bentuk radargram yang dihasilkan dari pengukuran dipermukaan tanah dan air akan berbeda, ketika mengukur diatas tanah amplitudonya akan lebih kuat, tapi ketika pengukuran diatas sungai/air maka amplitudonya akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan di darat. Selain itu parameter yang digunakan juga berpengaruh, ketika sampling frekuensi yang digunakan tinggi maka amplitudonya relatif lebih runcing jika dibandingkan dengan sampling frekuensi yang kecil. Kecil besar sampling frekuensi yang digunakan tergantung kebutuh dan kondisi daerah pengukuranya.

 Data statik pengukuran GPR

Selain data continue yang dilakukan di lapangan, pengukuran juga dilakukan untuk statiknya, ini berfungsi ketika informasi di lapangan tidak ada, atau data pendukung seperti data tespit, data bor dan lainya tidak tersedia. Hasil dari data statik ini akan sangat membantu dalam interpretasi lanjutan untuk korelasi dengan data continue sehingga ada kontrol baik dari batas lapisan dan kedalamanya.

Selain untuk kontrol, data statik juga membantu dalam melihat kedalaman tertentu yang tidak terekam dalam pengukuran continue. Dalam data statik batas lapisan akan terlihat lebih jelas, ini mirip dengan data seismik releksi yang di korelasi dengan data seismik VSP.

Hasil pengukuran GPR

Dari hasil radargram diatas menunjukan batas air dengan lumpur, begitu juga dengan batas lapisan kerasnya. Akan terlihat lebih dangkal hasil pengukuran GPR, ini ditunjukan dengan batas bawah perekaman hanya 40m yang seharusnya ketika dilakukan di darat akan terlihat batas bawahnya di 60m. 
Untuk mendapatkan kedalaman bisa dilakukan dengan mengkonversi nilai kecepatan dari tiap lapisan, bisa juga dilakukan dengan menggunakan sampel batimetri satu titik kedalaman dan dikorelasikan dengan data untuk mendapatkan konversi kedalaman yang lebih akurat.


 Korelasi data statik dan hasil pengukuran

 hasil pengukuran GPR 3D

 Gambaran horizontal topografi daerah rawa